Friday, April 13, 2018

Tantangan dan Peluang MEA


BAB I
PENDAHULUAN

A.      Latar Belakang
Lebih dari satu dekade lalu, para pemimpin Asean sepakat membentuk sebuah pasar tunggal di kawasan Asia Tenggara pada akhir 2015 mendatang. Ini dilakukan agar daya saing Asean meningkat serta bisa menyaingi Cina dan India untuk menarik investasi asing. Penanaman modal asing di wilayah ini sangat dibutuhkan untuk meningkatkan lapangan pekerjaan dan meningkatkan kesejahteraan.
Kalimat “Satu Visi, Satu Identitas, Satu Komunitas” menjadi visi dan komitmen bersama yang hendak diwujudkan oleh Negara-Negara Asean pada Tahun 2020. Tetapi mungkinkah cita-cita tersebut dapat dicapai oleh Negara-Negara Asean (Indonesia, Malaysia, Filipina, Singapura, Thailand, Brunei Darussalam, Kamboja, Vietnam, Laos dan Myanmar) dalam waktu kurang dari satu dasawarsa lagi?.

B.       Sistematika Penulisan
Pembahasan bab-bab dalam makalah ini merupakan kesatuan rangkaian mengenai masalah makalah yang disusun serta berurutan. Adapun garis besar makalah ini terdiri dari tiga bagian, yaitu bagian pendahuluan dalam hal ini Bab I, kemudian yang kedua adalah bagian dari isi yang merupakan pembahasan-pembahasan atau Bab II dan yang terakhir adalah Bab III yang merupakan penutup dari makalah ini berisikan kesimpulan dan saran.
Adapun sistematikan dalam penulisan ini adalah sebagai berikut :
BAB I   PENDAHULUAN
Dalam bab ini berisikan latar belakang, permasalahan, tujuan penulisan, sistematika penulisan mengenai gambaran singkat mengenai makalah ini.
BAB II  PEMBAHASAN
 Dalam bab ini penulis menguraikan masalah-masalah dan dampak dengan diberlakukannya Masyarakat Ekonomi Asean Tahun 2015, terutama dampak terhadap tenaga kerja dan angkatan kerja.
BAB III          PENUTUP
Bab ini merupakan bab akhir dari rangkaian makalah ini yang berisikan kesimpulan dari bab-bab sebelumnya dan saran dari penulis yang sesuai dengan tema penulisan makalah ini.

C.      Tujuan penulisan
Penulisan ini dilakukan dengan tujuan sebagai berikut :
1.        Untuk menggali wawasan dan pendalaman bagi penulis terhadap dampak diberlakunya Masyarakat Ekonomi Asean terhadap Indonesia, khususnya tenaga kerja.
2.        Untuk mengkaji dampak positif dan dampak negatif diberlakukannya MEA terhadap tenaga kerja di Indonesia.
3.        Menjadi bahan-bahan masukan atau referensi bagi pihak-pihak terkait untuk mendalami lebih lanjut tentang MEA
4.        Hasil penulisan ini akan menjadi karya ilmiah bagi penulis untuk memenuhi dan mendapatkan angka kredit sebagai pejabat fungsional di Dinas Tenaga Kerja dan Mobilitas Penduduk Aceh.
BAB II
PEMBAHASAN

A.      Apa itu MEA
Asean Economic Community (AEC) atau MEA (Masyarakat Ekonomi Asean) akan resmi diberlakukan pada tanggal 31 Desember 2015. Indonesia sebagai negara anggota harus ikut berpartisipasi, terserah mau tidak mau ataupun siap tidak siap.
MEA bertujuan untuk memberikan keleluasan dan kebebasan bagi Negara-Negara anggota Asean dengan menghapus pungutan-pungutan eksport seperti : kuota, tarif dan sebagainya, sehingga memudahkan aliran barang, jasa, tenaga terampil serta aliran investasi keluar masuk ke suatu Negara.
MEA dengan sasarannya yang mengintegrasi ekonomi regional Asia Tenggara menggambarkan karakteristik utama dalam bentuk pasar tunggal dan basis produksi, kawasan ekonomi yang sangat kompetitif, kawasan pengembangan ekonomi yang merata atau seimbang dan kawasan yang terintegrasi sepenuhnya menjadi ekonomi global.
Sebagai pasar tunggal kawasan terpadu Asean dengan luas sekitar 4,47 juta km persegi yang didiami oleh lebih dari 600 juta jiwa dari 10 negara anggota ini diharapkan dapat meningkatkan efisiensi dan memacu daya saing ekonomi kawasan Asean yang diindikasikan melalui terjadinya arus bebas (free flow)  : barang, jasa, investasi, tenaga kerja, dan modal.
Terdapat empat hal yang akan menjadi fokus MEA pada tahun 2015 yang dapat dijadikan suatu momentum yang baik untuk Indonesia.
1.     Pertama. Negara-negara di kawasan Asia Tenggara ini akan dijadikan sebuah wilayah kesatuan pasar dan basis produksi. Dengan terciptanya kesatuan pasar dan basis produksi maka akan membuat arus barang, jasa, investasi, modal dalam jumlah yang besar, dan skilled labour menjadi tidak ada hambatan dari satu negara ke negara lainnya di kawasan Asia Tenggara.
2.  Kedua, MEA akan dibentuk sebagai kawasan ekonomi dengan tingkat kompetisi yang tinggi, yang memerlukan suatu kebijakan yang meliputi competition policy, consumer protection, Intellectual Property Rights (IPR), taxation, dan E-Commerce. Dengan demikian, dapat tercipta iklim persaingan yang adil;  terdapat perlindungan berupa sistem jaringan dari agen-agen perlindungan konsumen; mencegah terjadinya pelanggaran hak cipta; menciptakan jaringan transportasi yang efisien, aman, dan terintegrasi; menghilangkan sistem Double Taxation, dan; meningkatkan perdagangan dengan media elektronik berbasis online.
3.  Ketiga, MEA pun akan dijadikan sebagai kawasan yang memiliki perkembangan ekonomi yang merata, dengan memprioritaskan pada Usaha Kecil Menengah (UKM). Kemampuan daya saing dan dinamisme UKM akan ditingkatkan dengan memfasilitasi akses mereka terhadap informasi terkini, kondisi pasar, pengembangan sumber daya manusia dalam hal peningkatan kemampuan, keuangan, serta teknologi. 
4.  Keempat, MEA akan diintegrasikan secara penuh terhadap perekonomian global. Dengan membangun sebuah sistem untuk meningkatkan koordinasi terhadap negara-negara anggota. Selain itu, akan ditingkatkan partisipasi negara-negara di kawasan Asia Tenggara pada jaringan pasokan global melalui pengembangkan paket bantuan teknis kepada negara-negara Anggota Asean yang kurang berkembang. Hal tersebut dilakukan untuk meningkatkan kemampuan industri dan produktivitas sehingga tidak hanya terjadi peningkatkan partisipasi mereka pada skala regional namun juga memunculkan inisiatif untuk terintegrasi secara global.
B.       Sejarah Lahirnya MEA
MEA adalah bentuk integrasi ekonomi ASEAN dalam artian adanya sistem perdagangan bebas antara Negara-Negara Asean. Indonesia dan sembilan negara anggota ASEAN lainnya telah menyepakati perjanjian Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA) atau ASEAN Economic Community (AEC). KTT di Kuala Lumpur pada Desember 1997 Para Pemimpin ASEAN memutuskan untuk mengubah ASEAN menjadi kawasan yang stabil, makmur, dan sangat kompetitif dengan perkembangan ekonomi yang adil, dan mengurangi kemiskinan dan kesenjangan sosial-ekonomi.
Pada KTT Bali pada bulan Oktober 2003, para pemimpin Asean menyatakan bahwa MEA akan menjadi tujuan dari integrasi ekonomi regional pada tahun 2020, Asean Security Community dan Komunitas Sosial Budaya Asean adalah dua pilah yang tidak terpisahkan dari Komunitas Asean. Semua pihak diharapkan untuk bekerja secara yang kuat dalam membangun Komunitas Asean pada tahun 2020 mendatang.
 Selanjutnya, Pertemuan Menteri Ekonomi Asean yang diselenggarakan pada bulan Agustus 2006 di Kuala Lumpur, sepakat untuk memajukan MEA dengan target yang jelas dan jadwal untuk pelaksanaan. Pada KTT ASEAN ke-12 pada bulan Januari 2007, para Pemimpin menegaskan komitmen mereka yang kuat untuk mempercepat pembentukan Komunitas Asean pada tahun 2015 yang diusulkan di Asean Visi 2020 dan Asean Concord II, dan menandatangani Deklarasi Cebu tentang Percepatan Pembentukan Komunitas Asean Pada tahun 2015 secara khusus, para pemimpin sepakat untuk mempercepat pembentukan Komunitas Ekonomi Asean pada tahun 2015 dan untuk mengubah Asean menjadi daerah dengan perdagangan bebas barang, jasa, investasi, tenaga kerja terampil, dan aliran modal yang lebih bebas.
C.      Karakteristik MEA
MEA akan membentuk Asean sebagai pasar dan basis produksi tunggal membuat Asean lebih dinamis dan kompetitif  dengan tujuan memperkuat pelaksanaan baru yang ada inisiatif ekonomi, mempercepat integrasi regional di sektor-sektor prioritas, memfasilitasi pergerakan bisnis, tenaga kerja terampil dan memperkuat kelembagaan mekanisme Asean. Sebagai langkah awal untuk mewujudkan Masyarakat Ekonomi Asean.
Pentingnya perdagangan eksternal terhadap Asean dan kebutuhan untuk Komunitas Asean secara keseluruhan untuk tetap melihat ke depan, karakteristik utama MEA :
1.        Pasar dan basis produksi tunggal,
2.        Kawasan ekonomi yang kompetitif,
3.        Wilayah pembangunan ekonomi yang merata,
4.        Daerah terintegrasi penuh dalam ekonomi global.
Karakteristik ini saling berkaitan kuat. Dengan Memasukkan unsur-unsur yang dibutuhkan dari masing-masing karakteristik dan harus memastikan konsistensi dan keterpaduan dari unsur-unsur serta pelaksanaannya yang tepat dan saling mengkoordinasi diantara para pemangku kepentingan yang relevan.

D.      Perubahan-Perubahan Setelah Adanya MEA
1.        Prosedur Bea Cukai Lebih Sederhana
MEA akan memiliki sistem yang dapat memantau pergerakan barang-barang dalam perjalanannya ke Negara-Negara Asean. Tidak hanya itu, izin barang ekspor pun akan lebih cepat. Ini akan menghemat waktu dan biaya ekspor.
2.        Adanya Sistem Self-Certification 
Ini adalah sistem yang memungkinkan pengekspor menyatakan keaslian produk mereka sendiri dan menikmati tarif preferensial di bawah skema ASEAN-FTA (Free Trande Area). Tanggung jawab utama dari sertifikasi asal dilakukan oleh perusahaan yang ikut berpartisipasi dengan menyertakan faktur komersial dokumen seperti tagihan delivery order atau packagin list.
Fungsinya adalah memudahkan pebisnis dalam melakukan ekspansi ke Negara-Negara anggota Asean lainnya.

3.        Harmonisasi Standar Produk 
Meski masih belum ditetapkan seperti apa standar dari masing-masing jenis produk, namun Asean akan memberlakukan sistem yang meminta masing-masing industri agar sesuai dengan standar kualitas mereka. Hingga saat ini, terdapat 12 sektor prioritas, yakni : produk-produk pertanian, otomotif, elektronik, perikanan, produksi karet, tekstil dan pakaian, produksi berbasis kayu, travel, e-ASEAN, kesehatan, pariwisata dan logistik. Inilah sektor-sektor yang paling diminati anggota Asean dan menjadi ajang mereka untuk bersaing satu sama lain.

E.       MEA Sebagai Tantangan dan Hambatan Bagi Tenaga Kerja
Banyak pihak yang memandang pesimis mengenai kesiapan Indonesia ditengah himpitan pasar bebas. Ada beberapa faktor yang di anggap sebagai kendala Indonesia untuk menyambut MEA 2015 :
1.        Sumber Daya Manusia (SDM) yang belum siap. Dikhawatirkan SDM kita akan kalah saing ditengah mudahnya Tenaga Kerja Asing (TKA) yang lebih terampil masuk ke dalam negeri. Hal ini dapat memicu meningkatnya jumlah pengangguran.
2.        Iklim investasi kurang kondusif yang diindikasikan melalui masalah ruwetnya birokrasi, infrastruktur, masalah korupsi merupakan sebagian dari masalah yang saat ini masih menyandera pemerintah Indonesia.
3.        MEA 2015 resmi diberlakukan 31 Desember 2015, akan tetapi belum ada persiapan memadai yang dilakukan pemerintah. 
4.        Minimnya sosialisasi, sehingga sedikit masyarakat yang melakukan persiapan dalam menyongsong MEA 2015.
5.        Lonjakan Inflasi akibat kenaikan harga BBM dan meningkatnya BI Rate yang menyebabkan para pengusaha kesulitan dalam mengakses mengakses modal pengembanganusaha. Padahal, di saat situasi genting seperti ini, diperlukan akselerasi pertumbuhan yang lebih baik.
Di Negara lain, Indonesia dikenal sebagai produsen Tenaga Kerja Tak Terdidik”. Tenaga Kerja Indonesia (TKI) yang bekerja di luar negeri rata-rata hanya bekerja sebagai tenaga kerja kasar di lapangan usaha dan bagi Tenaga Kerja Wanita (TKW) kebanyakan bekerja sebagai “pembantu rumah tangga” dan “baby sister”.
Tidak hanya di luar negeri, dalam negeri pun tenaga kerja kita juga hanya numpang bekerja pada perusahaan asing dan hanya bisa memenuhi kualifikasi paling rendah dalam struktur organisasi perusahaan-perusahaan multinasional. Yang lebih ironisnya lagi adalah tenaga kerja kita hanya bekerja pada level terendah sebagai “cleaning service” pada perusahaan asing. Hal ini dikarenakan dari sisi pendidikan dan produktivitas Indonesia masih kalah bersaing dengan tenaga kerja yang berasal dari Malaysia, Singapura, dan Thailand serta fondasi industri yang bagi Indonesia sendiri membuat Indonesia berada pada peringkat keempat di Asean.
Ketika MEA resmi diberlakukan, maka tidak ada lagi batasan bagi tenaga kerja asing untuk bekerja di Indonesia. Semua tenaga kerja dari Negara-Negara Anggota MEA bebas untuk bekerja di Indonesia sesuai kualifikasi kompetensi yang dipersyaratkan, dengan tidak ada lagi syarat-syarat wajib memiliki IMTA bagi tenaga kerja asing.
Menyambut era MEA 2015, siap tidak siap, Indonesia harus siap dalam menghadapi arus bebas tenaga kerja terampil dari Negara-Negara Asean. Dengan adanya pergerakan bebas dari tenaga kerja terampil Asean, maka akan menjadi tantangan tersendiri bagi pekerja Indonesia dalam bersaing ditingkat  Asean. Tantangan tersebut merupakan poin penting dalam era MEA 2015 mendatang karena perusahaan pasti menginginkan pekerja yang tepat dalam menempati posisi penting dalam suatu perusahaan. Tantangan lain yang akan dihadapi yaitu bagaimana menjaga profesionalitas dalam bekerja diluar negeri serta dalam penguasaan bahasa asing harus lebih ditingkatkan lagi, sehingga dapat lebih kompetitif dalam bersaing di Wilayah Asean.
Kualitas tenaga terampil menjadi tantangan selanjutnya dalam menyambut era MEA 2015 mendatang, karena menurut Laporan Bank Dunia, (2013), terjadi kesenjangan besar dalam kualitas tenaga terampil di Indonesia. Disebutkan kesenjangan terbesar adalah penggunaan bahasa asing (44%), penggunaan komputer (36%), ketrampilan perilaku (30%), ketrampilan berpikir kritis (33%) dan ketrampilan dasar (30%). Hal yang lebih mengenaskan lagi adalah ketimpangan jumlah pekerja di Indonesia dimana hanya 7% saja yang mengenyam pendidikan tinggi.
Menurut data BPS jumlah angkatan kerja Indonesia per Februari 2014 telah mencapai 125,3 juta orang yang didominasi oleh lulusan SD sebanyak 55,31 juta (44,14%), SLTP (16,81%), SLTA (15,09%), SMK (8,71%), Diploma (2,49%) dan Sarjana (8,85%). Jika menilik dari data tersebut, ketika MEA diberlakukan, maka dikhawatirkan Indonesia akan menjadi “tujuan” atau “bombardir” dari tenaga kerja asing.
Masih sedikit masyarakat Indonesia sebagai tenaga ahli, dengan kualiatas SDM sebagian besar dianggap belum mumpuni untuk mengisi posisi vital sebuah perusahaan asing merupakan masalah yang serius. Sebagai Negara dengan penduduk paling besar, seharusnya Indonesia dapat memanfaatkannya. Apabila Indonesia dapat membaca peluang ini, maka bisa dijadikan batu loncatan untuk pasar bebas yang lebih luas.
Sebagai perbandingan, Vietnam mulai memberikan pelatihan bahasa Indonesia bagi setiap tenaga kerjanya menghadapi MEA. Dengan dimulainya MEA tentu akan ada masalah dalam komunikasi karena bahasa dari tiap-tiap negara berbeda. Pengenalan bahasa negara Asean lainnya atau minimal penguatan bahasa Internasional seperti bahasa Inggris kepada pekerja atau masyarakat kita bisa dijadikan terobosan sebagai upaya persiapan menghadapi MEA.
Selain itu, di era digital seperti saat ini, kebutuhan akan penguasaan atas teknologi bagi tenaga kerja merupakan keharusan yang tidak dapat ditawar lagi karena perkembangan teknologi berkembang sangat cepat. Oleh karena itu perlu adanya pelatihan bagi pekerja Indonesia untuk belajar memahami dan terus meng-update teknologi terkini yang mendukung setiap pekerjaannya. Hal ini jelas akan meningkatkan keahlian mereka sehingga akan meningkatkan daya saing mereka dengan pekerja dari negara ASEAN lainnya. Meskipun saat ini telah ada Keputusan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi Nomor 40 Tahun 2012 tentang Jabatan-Jabatan Tertentu yang Dilarang Diduduki Tenaga Kerja Asing sebagai upaya bentuk perlindungan dan mengantisipasi globalisasi sektor jasa atau ketenagakerjaan ini, persiapan SDM Indonesia di berbagai hal seperti mempelajari bahasa asing untuk berkomunikasi dan mengenal teknologi terkini sangat penting dilakukan. Artinya, perlu ada nilai lebih yang dimiliki pekerja Indonesia untuk ditawarkan kepada pemberi pekerjaan agar dapat berhasil menghadapi MEA awal tahun depan tersebut.

F.       MEA Sebagai Peluang untuk Tenaga Kerja
Disamping sebagai hambatan dan tantangan, MEA juga bisa dijadikan sebagai peluang. Berdasarkan ASEAN Economic Blueprint, MEA menjadi sangat dibutuhkan untuk memperkecil kesenjangan antara negara-negara Asean dalam hal pertumbuhan perekonomian dengan meningkatkan ketergantungan anggota-anggota didalamnya. MEA dapat mengembangkan konsep meta-nasional dalam rantai suplai makanan, dan menghasilkan blok perdagangan tunggal yang dapat menangani dan bernegosiasi dengan eksportir dan importir non-Asean.
Dari aspek ketenagakerjaan, terdapat kesempatan yang sangat besar bagi para pencari kerja karena dapat banyak tersedia lapangan kerja dengan berbagai kebutuhan akan keahlian yang beraneka ragam. Selain itu, akses untuk pergi keluar negeri dalam rangka mencari pekerjaan menjadi  lebih mudah bahkan bisa jadi tanpa ada hambatan tertentu. MEA juga menjadi kesempatan yang bagus bagi para wirausahawan untuk mencari pekerja terbaik sesuai dengan kriteria yang diinginkan. Dalam hal ini dapat memunculkan resiko ketenagakerjaan bagi Indonesia. Dilihat dari sisi pendidikan dan produktivitas Indonesia masih kalah bersaing dengan tenaga kerja yang berasal dari Malaysia, Singapura, dan Thailand serta fondasi industri yang bagi Indonesia sendiri membuat Indonesia berada pada peringkat keempat di Asean (Republika Online, 2013). 

G.      Apa Yang Harus Dipersiapkan oleh Tenaga Kerja untuk Bersaing di MEA
Dengan keterbukaan akses diberbagai sektor dalam kawasan Asean, Siapkah anda menghadapi persaingan di tahun 2015? Sudah seharusnya kita bersiap menghadapi ketatnya persaingan di tahun 2015 mendatang.
Riset terbaru dari Organisasi Perburuhan Dunia atau ILO menyebutkan pembukaan pasar tenaga kerja mendatangkan manfaat yang besar. Selain dapat menciptakan jutaan lapangan kerja baru, skema ini juga dapat meningkatkan kesejahteraan 600 juta orang yang hidup di Asia Tenggara. ILO merinci bahwa permintaan tenaga kerja profesional akan naik 41% atau sekitar 14 juta. Sementara permintaan akan tenaga kerja kelas menengah akan naik 22% atau 38 juta, sementara tenaga kerja level rendah meningkat 24% atau 12 juta. Menurut kajian tersebut, sekitar setengah dari tenaga kerja sangat terampil diramalkan akan bekerja di Indonesia. Namun laporan ini memprediksi bahwa banyak perusahaan yang akan menemukan pegawainya kurang terampil atau bahkan salah penempatan kerja karena kurangnya pelatihan dan pendidikan profesi.
Staf Khusus Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi, Dita Indah Sari, menjelaskan bahwa MEA mensyaratkan adanya penghapusan aturan-aturan yang sebelumnya menghalangi perekrutan tenaga kerja asing.
Sehingga pada intinya, MEA akan lebih membuka peluang tenaga kerja asing untuk mengisi berbagai jabatan serta profesi di Indonesia yang tertutup atau minim tenaga asingnya.
Menurut Wakil Ketua Umum Bidang Tenaga Kerja Kadin Indonesia, Benny Soetrisno untuk menghadapi era MEA yang penuh dengan persaingan, SDM yang berkualitas harus disiapkan karena masih banyak industri padat karya yang kekurangan tenaga kompeten sehingga berpengaruh kepada produktivitasnya, apalagi pada industri yang menggunakan teknologi tinggi.
SDM yang berkualitas tersebut harus betul-betul SDM yang memiliki skill dan trampil yang dibuktikan dengan “Sertifikat Ahli Profesi”. Pada saat diberlakukan MEA, ijazah bukan lagi persyaratan utama, melainkan sertifikat keahlian. Disamping keahlian dan ketrampilan, sudah seharusnya angkatan kerja Indonesia atau tenaga kerja Indonesia harus meningkatkan kemapuan bahasa asing untuk memudahkan akses pekerjaan di negara-negara MEA. Disamping itu tenaga kerja juga harus bersedia untuk menerima upah yang rendah, karena upah tenaga kerja di Negara Thailand dan Myanmar lebih rendah dari Indonesia. Akan tetapi itu bukanlah menjadi kekhawatiran utama selama tenaga kerja tersebut memiliki SDM yang bisa menjadi senjata andalan untuk bersaing di dunia kerja.

H.       Peran Kementerian Ketenagakerjaan Dalam Menghadapi MEA
Staf Khusus Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi, Dita Indah Sari, menyatakan tidak ingin "kecolongan" dan mengaku telah menyiapkan strategi dalam menghadapi pasar bebas tenaga kerja. Oke jabatan dibuka, sektor diperluas, tetapi syarat diperketat. Jadi buka tidak asal buka, bebas tidak asal bebas," katanya.
Kita tidak mau tenaga kerja lokal yang sebetulnya berkualitas dan mampu, tetapi karena ada tenaga kerja asing jadi tergeser. Sejumlah syarat yang ditentukan antara lain kewajiban berbahasa Indonesia dan sertifikasi lembaga profesi terkait di dalam negeri.
Persaingan dibursa tenaga kerja akan semakin meningkat menjelang pemberlakuan pasar bebas Asean pada akhir 2015 mendatang. Ini akan mempengaruhi banyak orang, terutama pekerja yang berkecimpung pada sektor keahlian khusus.
Menurut Menteri Ketenagakerjaan, Hanif Dhakiri, di era global, kebijakan proteksi menjadi tidak popular dan tidak lagi menjadi instrumen efektif untuk melindungi pekerja lokal.  Keunggulan komparatif berupa upah yang relatif murah bukan lagi menjadi faktor yang merangsang bagi masuknya investasi asing. Saat ini yang menjadi keunggulan kompetitif bukan sumber daya alam, melainkan kualitas sumber daya manusia yang mampu memanfaatkan ilmu pengetahuan dan kemajuan teknologi. Oleh karena itu, pengembangan sumber daya manusia harus senantiasa dilakukan oleh pemerintah bersama-sama dengan seluruh komponen masyarakat.    
Peningkatan kualitas dan  daya saing SDM dapat dilakukan dengan berbagai upaya, antara lain melalui pendidikan dan pelatihan kerja yang bermuara kepada peningkatan kompetensi kerja yang dapat mengisi pasar kerja dan kebutuhan dunia kerja serta perluasan kesempatan kerja.
Untuk itulah diperlukan percepatan peningkatan kompetensi bagi angkatan kerja, melalui optimalisasi dan pemberdayaan seluruh lembaga-lembaga pelatihan, baik yang dimiliki oleh pemerintah maupun swasta, khususnya industri.
Peran industri sangat diperlukan dalam ikut serta menyelenggarakan pelatihan-pelatihan termasuk didalamnya pemagangan. Pelatihan dan pemagangan yang diselenggarakan oleh industri akan memberikan dampak baik terhadap kualitas SDM Indonesia.
Lebih lanjut Kementerian Ketenagakerjaan menyusun 3 (tiga) strategi khusus untuk menyambut Masyarakat Ekonomi Asean (MEA) Desember mendatang. Tiga strategi tersebut yakni  :
1.        Percepatan peningkatan kompetensi tenaga kerja.
2.        Percepatan sertifikasi profesi.
3.        Pengendalian tenaga kerja asing.
"Itulah yang menjadi kebijakan dasar yang diambil oleh Kementerian Tenaga Kerja dalam rangka menghadapi MEA 2015. Semuanya akan kami percepat," kata Hanif.
Menurutnya Menaker, dalam hal sertifikasi, Kemnaker sudah mendorong agar Kerangka Kualifikasi Nasional Indonesia (KKNI) segera diterapkan. Kerangka tersebut sebagai acuan negosiasi kerja sama saling pengakuan kompetensi antar negara.
KKNI dan Standar Kompetensi Kerja Nasional Indonesia (SKKNI) dari masing-masing sektor ini kami dorong terus untuk dilengkapi. Sekarang ini sudah ada 461 SKKNI dari berbagai sektor. SKKNI juga berlaku untuk mereka yang bekerja dibidang kesehatan, pariwisata, perhubungan, konstruksi, energi dan sumber daya mineral, jasa, serta hukum. SKKNI itu tergantung jabatannya. Misalnya, bicara jabatan untuk sektor TKI atau sektor informal itu ada tujuh jabatan ada tujuh SKKNI," tandas Hanif.
Perlu adanya standarisasi pada semua sektor, tak terkecuali SDM dan daya saing produk. Standarisasi berguna untuk meningkatkan daya saing dan melindungi masyarakat dari produk-produk dan tenaga kerja  yang tidak berkualitas. Dalam hal ini, standarisasi bisa dijadikan senjata ampuh untuk berkompetisi pada MEA 2015.
BAB IV
P E N U T U P

A.      Kesimpulan
Berdasarkan uraian-uraian diatas dapat disimpulkan bahwa :
1.        Masyarakat Ekonomi Asean (MEA) akan diberlakukan pada 31 Desember 2015, dimana tidak ada lagi batasan-batasan dalam hal produk dan jasa sesama Negara-Negara Asean, termasuk didalamnya tidak ada lagi batasan-batasan dalam tenaga kerja.
2.        Hanya tenaga kerja terampil yang telah memiliki sertifikat keahlian berdasarkan SKKNI yang siap bersaing dan diterima di pasar kerja global.
3.        Tingkat pendidikan dan produktivitas tenaga kerja Indonesia berada pada urutan 4 di Asean setelah Malaysia, Singapuran dan Thailand, ini merupakan hambatan dan sekaligus peluang, yaitu, Indonesia akan menjadi negara tujuan bagi negara-negara tersebut diatas, sebaliknya tenaga kerja Indonesia juga akan lebih bisa bersaing dengan negara-negara yang secara pendidikan dan produktivitas berada di bawah Indonesia.
4.        ASEAN Economic Community (AEC/MEA) mulai 31 Desember 2015, Indonesia perlu mempersiapkan strategi dini untuk memenangkan kompetisi pasar barang dan tenaga kerja melalui berbagai sistem kelembagaan, kebijakan, serta peningkatan mutu birokrasi. Inefisiensi ekonomi yang terletak pada pemerintah dapat dikurangi demi menunjang kesejahteraan kelas pekerja. Tidak hanya pemerintah, seluruh komponen yang tergabung dalam pasar barang dan tenaga kerja haruslah melakukan konsolidasi untuk menghasilkan kesepakatan strategis pendukung MEA 2015. Walaupun pertentangan kelas serta tuntutan lingkungan pasti ada, diharapkan pelaku pasar tenaga kerja–khususnya serikat-serikat buruh dapat lebih proaktif, bersatu, dan melawan manakala buruh menjadi korban atas persaingan kompetisi pasar.
5.        Pemerintah telah mengambil beberapa tindakan sebagai upaya memberikan perlindungan terhadap tenaga kerja Indonesia dalam menghadapi MEA melalui standarisasi dan sertifikasi.

B.       Saran
1.        Dalam rangka menghadapi diberlakunya MEA, akhir Desember 2015, hendaknya setiap tenaga kerja Indonesia terus berupaya untuk meningkatkan kemampuan skill dan keterampilan.
2.        Skill dan keterampilan tidak bisa hanya dibuktikan dengan bermodalkan surat pengalaman kerja yang dikeluarkan oleh perusahaan tempat bekerja, tetapi harus  memiliki sertifikat keahlian/sertifikat profesi yang dikeluarkan oleh instansi terkait, apakah itu lembaga pemerintah maupun swasta, yang sertifikat tersebut diakui di dunia kerja.
3.        Tugas dan tanggung jawab mempersiapkan SDM yang berkualitas bukan hanya oleh Pemerintah saja, untuk itu sangat dibutuhkan lembaga-lembaga swasta yang ikut memberikan pelatihan dan pemagangan terhadap calon tenaga kerja agar bisa bersaing di dunia kerja, terlebih lagi pemberlakuan MEA yang sudah sangat dekat.
4.        Tumbuhkan lembaga-lembaga sertifikasi di seluruh Indonesia yang akan memudahkan akses tenaga kerja untuk memperoleh sertifikat keahlian/profesi.


DAFTAR PUSTAKA
1.      Arief Chaniago Niagara, (2014), “Menyambut Masyarakat Ekonomi Asean (MEA) 2015”,

2.      Arya Baskoro, (2013),  Peluang, Tantangan, dan Risiko Bagi Indonesia Dengan Adanya Masyarakat Ekonomi ASEAN,
http://crmsindonesia.org/node/624.

3.      Bagus Prasetyo, “Menilik Kesiapan Dunia Ketenagakerjaan Indonesia Menghadapi MEA”,
http://rechtsvinding.bphn.go.id/jurnal_online/KETENAGAKERJAAN%20INDONESIA%20MENGHADAPI%20MEA.pdf

4.      BBC Indonesia, (2014), “Apa Yang Anda        Ketahui Tentang Masyarakat Ekonomi Asean”,

5.      Kementerian Ketenagakerjaan, (2015), “Berita Humas Kementerian Ketenagakerjaan, terkait MEA”
http://naker.go.id/id/news/2015/03/19/ini-3-strategi-kemnaker-sambut-mea-

6.      Syabi Keane, (2015), “Masyarakat Ekonomi Asean 2015 (MEA 2015)” 
http://www.academia.edu/9060383/masyarakat_ekonomi_ASEAN_2015_MEA_2015_

7.      Wahyu Nurinda, (2015), “Indonesia Menuju MEA 2015”
http://www.academia.edu/5417815/INDONESIA_MENUJU_MEA_2015

8.      www.bps.go.id, (2014)




No comments:

Post a Comment