BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang
Lebih dari satu dekade lalu, para pemimpin Asean
sepakat membentuk sebuah pasar tunggal di kawasan Asia Tenggara pada akhir 2015 mendatang.
Ini dilakukan agar daya saing Asean meningkat serta bisa menyaingi Cina dan
India untuk menarik investasi asing. Penanaman modal asing di wilayah ini
sangat dibutuhkan untuk meningkatkan lapangan pekerjaan dan meningkatkan
kesejahteraan.
Kalimat “Satu Visi, Satu Identitas,
Satu Komunitas” menjadi visi dan komitmen bersama yang hendak diwujudkan
oleh Negara-Negara Asean pada Tahun 2020. Tetapi
mungkinkah cita-cita tersebut dapat dicapai oleh Negara-Negara Asean
(Indonesia, Malaysia, Filipina, Singapura, Thailand, Brunei Darussalam,
Kamboja, Vietnam, Laos dan Myanmar) dalam waktu kurang
dari satu dasawarsa lagi?.
B.
Sistematika
Penulisan
Pembahasan bab-bab dalam makalah ini
merupakan kesatuan rangkaian mengenai masalah makalah yang disusun serta berurutan.
Adapun garis besar makalah ini terdiri dari tiga bagian, yaitu bagian
pendahuluan dalam hal ini Bab I, kemudian yang kedua adalah bagian dari isi
yang merupakan pembahasan-pembahasan atau Bab II dan yang terakhir adalah Bab
III yang merupakan penutup dari makalah ini berisikan kesimpulan dan saran.
Adapun sistematikan dalam penulisan ini adalah
sebagai berikut :
BAB I PENDAHULUAN
Dalam bab ini
berisikan latar belakang, permasalahan, tujuan penulisan, sistematika penulisan mengenai gambaran singkat
mengenai makalah ini.
BAB II PEMBAHASAN
Dalam bab ini penulis menguraikan
masalah-masalah dan dampak dengan diberlakukannya Masyarakat Ekonomi Asean
Tahun 2015, terutama dampak terhadap tenaga kerja dan angkatan kerja.
BAB III PENUTUP
Bab ini merupakan
bab akhir dari rangkaian makalah ini yang berisikan kesimpulan dari bab-bab
sebelumnya dan saran dari penulis yang sesuai dengan tema penulisan makalah
ini.
C.
Tujuan penulisan
Penulisan ini dilakukan dengan tujuan sebagai berikut :
1.
Untuk menggali wawasan dan pendalaman bagi penulis terhadap dampak
diberlakunya Masyarakat Ekonomi Asean terhadap Indonesia, khususnya tenaga
kerja.
2.
Untuk mengkaji dampak positif dan dampak negatif
diberlakukannya MEA terhadap tenaga kerja di Indonesia.
3.
Menjadi bahan-bahan masukan atau referensi bagi
pihak-pihak terkait untuk mendalami lebih lanjut tentang MEA
4.
Hasil penulisan ini akan menjadi karya ilmiah bagi penulis
untuk memenuhi dan mendapatkan angka kredit sebagai pejabat fungsional di Dinas
Tenaga Kerja dan Mobilitas Penduduk Aceh.
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Apa itu MEA
Asean Economic Community (AEC) atau MEA (Masyarakat Ekonomi Asean) akan resmi diberlakukan pada tanggal 31 Desember
2015. Indonesia sebagai negara anggota
harus ikut berpartisipasi, terserah mau tidak mau ataupun siap tidak siap.
MEA bertujuan
untuk memberikan keleluasan dan kebebasan bagi Negara-Negara anggota Asean dengan menghapus pungutan-pungutan eksport
seperti : kuota, tarif dan sebagainya, sehingga memudahkan aliran barang, jasa,
tenaga terampil serta aliran
investasi keluar masuk ke suatu Negara.
MEA dengan sasarannya yang
mengintegrasi ekonomi regional Asia Tenggara menggambarkan karakteristik utama
dalam bentuk pasar tunggal dan basis produksi,
kawasan ekonomi yang sangat kompetitif, kawasan pengembangan ekonomi yang merata atau seimbang dan kawasan yang
terintegrasi sepenuhnya menjadi ekonomi global.
Sebagai pasar tunggal kawasan terpadu Asean dengan
luas sekitar 4,47 juta km persegi yang didiami oleh lebih dari 600 juta jiwa
dari 10 negara anggota ini diharapkan dapat meningkatkan efisiensi dan memacu
daya saing ekonomi kawasan Asean yang diindikasikan melalui terjadinya arus bebas (free flow) :
barang, jasa, investasi, tenaga kerja, dan modal.
Terdapat empat hal yang akan menjadi fokus MEA pada tahun 2015 yang dapat
dijadikan suatu momentum yang baik untuk Indonesia.
1.
Pertama.
Negara-negara di kawasan Asia Tenggara ini akan dijadikan sebuah wilayah
kesatuan pasar dan basis produksi. Dengan terciptanya kesatuan pasar dan basis
produksi maka akan membuat arus barang, jasa, investasi, modal dalam jumlah
yang besar, dan skilled labour menjadi tidak ada hambatan dari satu negara ke
negara lainnya di kawasan Asia Tenggara.
2. Kedua, MEA akan dibentuk sebagai kawasan ekonomi
dengan tingkat kompetisi yang tinggi, yang memerlukan
suatu kebijakan yang meliputi competition policy, consumer protection, Intellectual
Property Rights (IPR), taxation, dan E-Commerce. Dengan
demikian, dapat tercipta iklim persaingan yang adil; terdapat
perlindungan berupa sistem jaringan dari agen-agen perlindungan konsumen; mencegah terjadinya pelanggaran hak cipta;
menciptakan jaringan transportasi yang efisien, aman, dan terintegrasi;
menghilangkan sistem Double Taxation, dan; meningkatkan perdagangan
dengan media elektronik berbasis online.
3. Ketiga, MEA pun akan dijadikan sebagai kawasan yang
memiliki perkembangan ekonomi yang merata, dengan
memprioritaskan pada Usaha Kecil Menengah (UKM). Kemampuan daya saing dan
dinamisme UKM akan ditingkatkan dengan memfasilitasi akses mereka terhadap
informasi terkini, kondisi pasar, pengembangan sumber daya manusia dalam hal
peningkatan kemampuan, keuangan, serta teknologi.
4.
Keempat, MEA
akan diintegrasikan secara penuh terhadap perekonomian global. Dengan membangun
sebuah sistem untuk meningkatkan koordinasi terhadap negara-negara anggota.
Selain itu, akan ditingkatkan partisipasi negara-negara di kawasan Asia
Tenggara pada jaringan pasokan global melalui pengembangkan paket bantuan
teknis kepada negara-negara Anggota Asean yang kurang berkembang. Hal tersebut
dilakukan untuk meningkatkan kemampuan
industri dan produktivitas sehingga tidak hanya terjadi peningkatkan partisipasi mereka pada skala regional namun juga
memunculkan inisiatif untuk terintegrasi secara global.
B.
Sejarah
Lahirnya MEA
MEA adalah bentuk integrasi ekonomi ASEAN dalam artian adanya sistem
perdagangan bebas antara Negara-Negara Asean. Indonesia dan sembilan
negara anggota ASEAN lainnya telah menyepakati perjanjian Masyarakat
Ekonomi ASEAN (MEA) atau ASEAN Economic Community (AEC). KTT di Kuala Lumpur
pada Desember 1997 Para Pemimpin ASEAN memutuskan untuk mengubah ASEAN menjadi
kawasan yang stabil, makmur, dan sangat kompetitif dengan perkembangan ekonomi
yang adil, dan mengurangi kemiskinan dan kesenjangan sosial-ekonomi.
Pada KTT Bali pada bulan Oktober 2003, para pemimpin Asean menyatakan bahwa MEA akan menjadi tujuan dari
integrasi ekonomi regional pada tahun 2020, Asean
Security Community dan Komunitas Sosial Budaya Asean adalah dua pilah yang
tidak terpisahkan dari Komunitas Asean. Semua pihak diharapkan untuk bekerja
secara yang kuat dalam membangun Komunitas Asean pada tahun 2020 mendatang.
Selanjutnya, Pertemuan Menteri Ekonomi Asean yang diselenggarakan pada bulan Agustus 2006 di Kuala
Lumpur, sepakat untuk memajukan MEA dengan target yang jelas dan jadwal untuk
pelaksanaan. Pada KTT ASEAN ke-12 pada bulan Januari 2007, para Pemimpin
menegaskan komitmen mereka yang kuat untuk mempercepat pembentukan Komunitas
Asean pada tahun 2015 yang diusulkan di Asean Visi 2020 dan Asean Concord II,
dan menandatangani Deklarasi Cebu
tentang Percepatan Pembentukan Komunitas Asean Pada tahun 2015 secara khusus, para pemimpin sepakat untuk
mempercepat pembentukan Komunitas Ekonomi Asean pada tahun 2015 dan untuk
mengubah Asean menjadi daerah dengan perdagangan bebas barang, jasa, investasi,
tenaga kerja terampil, dan aliran
modal yang lebih bebas.
C.
Karakteristik
MEA
MEA akan membentuk Asean sebagai pasar dan basis produksi tunggal membuat Asean lebih dinamis dan
kompetitif dengan tujuan memperkuat pelaksanaan baru yang ada
inisiatif ekonomi, mempercepat integrasi regional di sektor-sektor prioritas, memfasilitasi pergerakan bisnis, tenaga kerja terampil dan memperkuat kelembagaan mekanisme Asean. Sebagai langkah awal untuk mewujudkan Masyarakat Ekonomi
Asean.
Pentingnya
perdagangan eksternal terhadap Asean dan kebutuhan untuk Komunitas Asean secara keseluruhan untuk tetap
melihat ke depan, karakteristik
utama MEA :
1.
Pasar dan basis produksi tunggal,
2.
Kawasan ekonomi yang kompetitif,
3.
Wilayah pembangunan ekonomi yang merata,
4.
Daerah terintegrasi penuh dalam ekonomi
global.
Karakteristik
ini saling berkaitan kuat. Dengan Memasukkan unsur-unsur yang dibutuhkan dari masing-masing karakteristik dan harus
memastikan konsistensi dan keterpaduan dari unsur-unsur serta
pelaksanaannya yang tepat dan saling mengkoordinasi diantara para pemangku
kepentingan yang relevan.
D.
Perubahan-Perubahan
Setelah Adanya MEA
1.
Prosedur Bea Cukai Lebih Sederhana
MEA akan memiliki
sistem yang dapat memantau pergerakan barang-barang
dalam perjalanannya ke Negara-Negara Asean. Tidak hanya itu, izin barang
ekspor pun akan lebih cepat. Ini akan menghemat waktu dan biaya ekspor.
2.
Adanya Sistem Self-Certification
Ini adalah sistem yang memungkinkan pengekspor menyatakan
keaslian produk mereka sendiri dan menikmati tarif preferensial di bawah skema
ASEAN-FTA (Free Trande Area). Tanggung jawab utama dari sertifikasi asal
dilakukan oleh perusahaan yang ikut berpartisipasi dengan menyertakan faktur
komersial dokumen seperti tagihan delivery order atau packagin list.
Fungsinya adalah memudahkan pebisnis dalam
melakukan ekspansi ke Negara-Negara anggota
Asean lainnya.
3.
Harmonisasi Standar Produk
Meski
masih belum ditetapkan seperti apa standar dari masing-masing jenis produk, namun Asean akan memberlakukan sistem yang
meminta masing-masing industri agar sesuai
dengan standar kualitas mereka. Hingga saat ini, terdapat 12 sektor prioritas, yakni :
produk-produk pertanian, otomotif, elektronik, perikanan, produksi karet,
tekstil dan pakaian, produksi berbasis kayu, travel, e-ASEAN, kesehatan, pariwisata dan
logistik. Inilah sektor-sektor yang paling diminati anggota Asean dan menjadi ajang mereka untuk bersaing satu sama lain.
E.
MEA Sebagai
Tantangan dan Hambatan Bagi Tenaga Kerja
Banyak
pihak yang memandang pesimis mengenai kesiapan Indonesia
ditengah himpitan pasar bebas. Ada
beberapa faktor yang di anggap sebagai kendala Indonesia untuk menyambut MEA 2015 :
1.
Sumber Daya Manusia (SDM) yang belum siap. Dikhawatirkan SDM kita akan kalah
saing ditengah mudahnya Tenaga Kerja Asing (TKA) yang lebih terampil masuk ke dalam negeri. Hal ini dapat memicu
meningkatnya jumlah pengangguran.
2.
Iklim investasi
kurang kondusif yang diindikasikan melalui masalah ruwetnya birokrasi, infrastruktur, masalah korupsi merupakan sebagian
dari masalah yang saat ini masih menyandera pemerintah Indonesia.
3.
MEA 2015 resmi diberlakukan 31 Desember 2015, akan tetapi belum
ada persiapan memadai yang dilakukan
pemerintah.
4.
Minimnya sosialisasi,
sehingga sedikit masyarakat yang melakukan persiapan dalam menyongsong MEA 2015.
5.
Lonjakan Inflasi akibat kenaikan harga BBM
dan meningkatnya BI Rate
yang menyebabkan para pengusaha kesulitan dalam mengakses mengakses modal pengembanganusaha. Padahal, di saat
situasi genting seperti ini, diperlukan
akselerasi pertumbuhan yang
lebih baik.
Di Negara lain, Indonesia dikenal sebagai produsen “Tenaga Kerja Tak Terdidik”. Tenaga Kerja Indonesia (TKI) yang bekerja di luar negeri rata-rata hanya
bekerja sebagai tenaga kerja kasar di lapangan usaha dan bagi Tenaga Kerja
Wanita (TKW) kebanyakan bekerja sebagai “pembantu rumah tangga” dan “baby
sister”.
Tidak hanya di luar negeri, dalam negeri pun tenaga kerja kita juga hanya numpang bekerja pada perusahaan asing
dan hanya bisa memenuhi kualifikasi paling rendah dalam
struktur organisasi perusahaan-perusahaan
multinasional. Yang lebih ironisnya lagi adalah
tenaga kerja kita hanya bekerja pada level terendah sebagai “cleaning service”
pada perusahaan asing. Hal ini dikarenakan
dari sisi pendidikan dan produktivitas Indonesia masih kalah bersaing dengan tenaga kerja yang berasal dari
Malaysia, Singapura, dan Thailand serta fondasi industri yang bagi
Indonesia sendiri membuat Indonesia berada pada peringkat keempat di Asean.
Ketika MEA resmi diberlakukan, maka tidak ada lagi batasan bagi tenaga
kerja asing untuk bekerja di Indonesia. Semua tenaga kerja dari Negara-Negara
Anggota MEA bebas untuk bekerja di Indonesia sesuai kualifikasi kompetensi yang
dipersyaratkan, dengan tidak ada lagi syarat-syarat wajib memiliki IMTA bagi
tenaga kerja asing.
Menyambut
era MEA 2015, siap tidak siap, Indonesia harus siap dalam menghadapi arus bebas tenaga kerja terampil dari
Negara-Negara Asean. Dengan adanya pergerakan
bebas dari tenaga kerja terampil Asean, maka akan menjadi tantangan tersendiri bagi pekerja
Indonesia dalam bersaing ditingkat Asean.
Tantangan tersebut
merupakan poin penting dalam era MEA 2015
mendatang karena perusahaan pasti menginginkan pekerja yang tepat dalam
menempati posisi penting dalam suatu perusahaan. Tantangan lain yang akan dihadapi yaitu
bagaimana menjaga profesionalitas dalam bekerja diluar negeri serta dalam
penguasaan bahasa asing harus lebih ditingkatkan lagi, sehingga dapat lebih
kompetitif dalam bersaing di Wilayah Asean.
Kualitas tenaga terampil menjadi tantangan selanjutnya dalam menyambut era MEA 2015 mendatang, karena menurut
Laporan Bank Dunia,
(2013), terjadi
kesenjangan besar dalam kualitas tenaga terampil di Indonesia. Disebutkan kesenjangan terbesar adalah penggunaan
bahasa asing (44%), penggunaan komputer
(36%), ketrampilan perilaku (30%), ketrampilan berpikir kritis (33%) dan
ketrampilan dasar (30%). Hal yang lebih mengenaskan lagi adalah ketimpangan
jumlah pekerja di Indonesia dimana hanya
7% saja yang mengenyam pendidikan tinggi.
Menurut data BPS jumlah angkatan kerja
Indonesia per Februari
2014 telah mencapai 125,3 juta orang
yang didominasi oleh lulusan SD sebanyak 55,31
juta (44,14%), SLTP (16,81%), SLTA (15,09%), SMK (8,71%),
Diploma (2,49%) dan Sarjana (8,85%). Jika menilik dari data tersebut, ketika
MEA diberlakukan, maka dikhawatirkan
Indonesia akan menjadi “tujuan” atau “bombardir” dari tenaga kerja
asing.
Masih
sedikit masyarakat Indonesia sebagai tenaga ahli, dengan kualiatas
SDM sebagian besar dianggap belum mumpuni untuk mengisi posisi vital sebuah perusahaan asing merupakan masalah yang serius. Sebagai Negara dengan penduduk paling
besar, seharusnya Indonesia dapat memanfaatkannya. Apabila Indonesia dapat membaca peluang ini, maka bisa
dijadikan batu loncatan
untuk pasar bebas yang lebih luas.
Sebagai perbandingan, Vietnam mulai
memberikan pelatihan bahasa Indonesia bagi setiap tenaga
kerjanya menghadapi MEA. Dengan dimulainya MEA
tentu akan ada masalah dalam komunikasi karena bahasa dari tiap-tiap negara
berbeda. Pengenalan bahasa negara
Asean lainnya atau minimal penguatan bahasa
Internasional seperti bahasa Inggris kepada pekerja atau masyarakat kita bisa
dijadikan terobosan sebagai upaya persiapan menghadapi MEA.
Selain itu, di era digital seperti saat ini,
kebutuhan akan penguasaan atas teknologi bagi tenaga kerja merupakan keharusan
yang tidak dapat ditawar lagi karena perkembangan teknologi berkembang sangat
cepat. Oleh karena itu perlu adanya pelatihan bagi pekerja Indonesia untuk
belajar memahami dan terus meng-update teknologi terkini yang mendukung
setiap pekerjaannya. Hal ini jelas akan meningkatkan keahlian mereka sehingga
akan meningkatkan daya saing mereka dengan pekerja dari negara ASEAN lainnya.
Meskipun saat ini telah ada Keputusan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi
Nomor 40 Tahun 2012 tentang Jabatan-Jabatan Tertentu yang Dilarang Diduduki
Tenaga Kerja Asing sebagai upaya bentuk perlindungan dan mengantisipasi
globalisasi sektor jasa atau ketenagakerjaan ini, persiapan SDM Indonesia di
berbagai hal seperti mempelajari bahasa asing untuk berkomunikasi dan mengenal
teknologi terkini sangat penting dilakukan.
Artinya, perlu ada nilai lebih yang dimiliki pekerja Indonesia untuk ditawarkan
kepada pemberi pekerjaan agar dapat berhasil menghadapi MEA awal tahun depan
tersebut.
F.
MEA Sebagai
Peluang untuk Tenaga Kerja
Disamping
sebagai hambatan dan tantangan, MEA juga bisa dijadikan sebagai peluang. Berdasarkan ASEAN Economic Blueprint,
MEA menjadi sangat dibutuhkan untuk
memperkecil kesenjangan antara negara-negara Asean dalam hal pertumbuhan perekonomian dengan
meningkatkan ketergantungan anggota-anggota
didalamnya. MEA dapat mengembangkan konsep meta-nasional dalam rantai
suplai makanan, dan menghasilkan blok perdagangan tunggal yang dapat menangani
dan bernegosiasi dengan eksportir dan importir non-Asean.
Dari aspek ketenagakerjaan, terdapat kesempatan
yang sangat besar bagi para pencari kerja karena dapat banyak tersedia lapangan
kerja dengan berbagai kebutuhan akan keahlian yang beraneka ragam. Selain itu, akses untuk pergi keluar negeri dalam
rangka mencari pekerjaan menjadi lebih mudah bahkan bisa jadi
tanpa ada hambatan tertentu. MEA juga menjadi kesempatan yang bagus bagi para
wirausahawan untuk mencari pekerja terbaik sesuai dengan kriteria yang diinginkan. Dalam hal ini dapat
memunculkan resiko ketenagakerjaan
bagi Indonesia. Dilihat dari sisi
pendidikan dan produktivitas Indonesia masih kalah bersaing dengan tenaga kerja
yang berasal dari Malaysia, Singapura, dan Thailand serta fondasi industri yang
bagi Indonesia sendiri membuat Indonesia berada pada peringkat keempat di Asean
(Republika Online, 2013).
G. Apa Yang Harus Dipersiapkan oleh
Tenaga Kerja untuk Bersaing di MEA
Dengan keterbukaan akses diberbagai
sektor dalam kawasan Asean, Siapkah anda menghadapi persaingan di tahun 2015? Sudah
seharusnya kita bersiap menghadapi ketatnya persaingan di tahun 2015 mendatang.
Riset terbaru dari Organisasi Perburuhan Dunia atau ILO menyebutkan pembukaan pasar tenaga kerja mendatangkan manfaat yang besar. Selain dapat
menciptakan jutaan lapangan kerja baru, skema ini juga dapat meningkatkan
kesejahteraan 600 juta orang yang hidup di Asia Tenggara. ILO merinci bahwa
permintaan tenaga kerja profesional akan naik 41% atau sekitar 14 juta.
Sementara permintaan akan tenaga kerja kelas menengah akan naik 22% atau 38 juta, sementara tenaga kerja level rendah
meningkat 24% atau 12 juta. Menurut kajian
tersebut, sekitar setengah dari tenaga kerja sangat terampil diramalkan akan bekerja
di Indonesia. Namun laporan ini memprediksi
bahwa banyak perusahaan yang akan menemukan pegawainya kurang terampil atau
bahkan salah penempatan kerja karena kurangnya pelatihan dan pendidikan
profesi.
Staf Khusus
Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi, Dita Indah Sari, menjelaskan bahwa MEA
mensyaratkan adanya penghapusan aturan-aturan yang sebelumnya menghalangi
perekrutan tenaga kerja asing.
Sehingga pada
intinya, MEA akan lebih membuka peluang tenaga kerja asing untuk mengisi
berbagai jabatan serta profesi di Indonesia yang tertutup atau minim tenaga
asingnya.
Menurut Wakil Ketua Umum Bidang
Tenaga Kerja Kadin Indonesia, Benny Soetrisno untuk
menghadapi era MEA yang penuh dengan persaingan, SDM yang berkualitas harus
disiapkan karena masih banyak industri padat
karya yang kekurangan tenaga kompeten
sehingga berpengaruh kepada produktivitasnya, apalagi pada industri yang
menggunakan teknologi tinggi.
SDM yang
berkualitas tersebut harus betul-betul SDM yang memiliki skill dan trampil yang dibuktikan dengan “Sertifikat
Ahli Profesi”. Pada saat diberlakukan MEA,
ijazah bukan lagi persyaratan utama, melainkan sertifikat keahlian. Disamping
keahlian dan ketrampilan, sudah seharusnya angkatan kerja Indonesia atau tenaga
kerja Indonesia harus meningkatkan kemapuan bahasa asing untuk memudahkan akses
pekerjaan di negara-negara MEA. Disamping itu tenaga kerja juga harus bersedia
untuk menerima upah yang rendah, karena upah tenaga kerja di Negara Thailand
dan Myanmar lebih rendah dari Indonesia. Akan tetapi itu bukanlah menjadi
kekhawatiran utama selama tenaga kerja tersebut memiliki SDM yang bisa menjadi
senjata andalan untuk bersaing di dunia kerja.
H.
Peran Kementerian Ketenagakerjaan Dalam
Menghadapi MEA
Staf Khusus
Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi, Dita Indah Sari, menyatakan tidak ingin "kecolongan" dan mengaku telah
menyiapkan strategi dalam menghadapi
pasar bebas tenaga kerja. Oke jabatan dibuka, sektor diperluas, tetapi
syarat diperketat. Jadi buka tidak asal buka, bebas tidak asal bebas,"
katanya.
Kita tidak mau
tenaga kerja lokal yang sebetulnya berkualitas dan mampu, tetapi karena ada
tenaga kerja asing jadi tergeser. Sejumlah syarat yang ditentukan antara lain
kewajiban berbahasa Indonesia dan sertifikasi lembaga profesi terkait di dalam
negeri.
Persaingan dibursa tenaga kerja akan semakin
meningkat menjelang pemberlakuan pasar bebas Asean pada akhir 2015 mendatang. Ini akan mempengaruhi banyak orang, terutama pekerja yang berkecimpung pada
sektor keahlian khusus.
Menurut Menteri
Ketenagakerjaan, Hanif Dhakiri, di era global, kebijakan proteksi menjadi tidak popular dan
tidak lagi menjadi instrumen efektif untuk melindungi
pekerja lokal. Keunggulan komparatif berupa upah yang relatif murah
bukan lagi menjadi faktor yang merangsang bagi masuknya investasi asing. Saat ini yang menjadi
keunggulan kompetitif bukan sumber daya alam, melainkan kualitas sumber daya manusia
yang mampu memanfaatkan ilmu pengetahuan dan kemajuan teknologi. Oleh karena itu, pengembangan
sumber daya manusia harus senantiasa dilakukan oleh pemerintah bersama-sama
dengan seluruh komponen masyarakat.
Peningkatan
kualitas dan daya saing SDM dapat dilakukan dengan berbagai upaya, antara
lain melalui pendidikan dan pelatihan kerja yang bermuara kepada peningkatan
kompetensi kerja yang dapat mengisi pasar kerja dan kebutuhan dunia kerja serta
perluasan kesempatan kerja.
Untuk
itulah diperlukan percepatan peningkatan kompetensi bagi angkatan kerja, melalui optimalisasi dan
pemberdayaan seluruh lembaga-lembaga pelatihan,
baik yang dimiliki oleh pemerintah maupun swasta, khususnya industri.
Peran industri sangat diperlukan dalam
ikut serta menyelenggarakan pelatihan-pelatihan
termasuk didalamnya pemagangan. Pelatihan dan pemagangan yang diselenggarakan oleh industri akan memberikan dampak
baik terhadap kualitas SDM Indonesia.
Lebih lanjut Kementerian Ketenagakerjaan menyusun 3 (tiga) strategi khusus untuk menyambut
Masyarakat Ekonomi Asean (MEA) Desember mendatang. Tiga strategi
tersebut yakni :
1.
Percepatan peningkatan kompetensi tenaga kerja.
2.
Percepatan
sertifikasi profesi.
3.
Pengendalian
tenaga kerja asing.
"Itulah yang
menjadi kebijakan dasar yang diambil oleh Kementerian Tenaga Kerja dalam rangka
menghadapi MEA 2015. Semuanya akan kami percepat," kata Hanif.
Menurutnya
Menaker, dalam hal sertifikasi, Kemnaker sudah
mendorong agar Kerangka Kualifikasi Nasional
Indonesia (KKNI) segera diterapkan. Kerangka tersebut sebagai acuan
negosiasi kerja sama saling pengakuan kompetensi antar negara.
“KKNI dan Standar Kompetensi Kerja Nasional Indonesia (SKKNI) dari masing-masing sektor ini kami dorong terus untuk
dilengkapi. Sekarang ini sudah ada 461 SKKNI dari berbagai sektor. SKKNI juga berlaku untuk mereka yang bekerja dibidang
kesehatan, pariwisata, perhubungan, konstruksi, energi dan sumber daya mineral,
jasa, serta hukum. SKKNI itu tergantung
jabatannya. Misalnya, bicara jabatan untuk sektor TKI atau sektor informal itu
ada tujuh jabatan ada tujuh SKKNI," tandas Hanif.
Perlu
adanya standarisasi pada semua sektor, tak terkecuali SDM
dan daya saing produk. Standarisasi berguna untuk meningkatkan daya saing dan melindungi masyarakat dari produk-produk dan tenaga kerja yang tidak berkualitas. Dalam hal ini,
standarisasi bisa dijadikan senjata ampuh untuk berkompetisi
pada MEA 2015.
BAB IV
P E N U T U P
A.
Kesimpulan
Berdasarkan uraian-uraian diatas
dapat disimpulkan bahwa :
1.
Masyarakat Ekonomi Asean (MEA) akan diberlakukan pada 31 Desember 2015, dimana tidak ada lagi
batasan-batasan dalam hal produk dan jasa sesama Negara-Negara Asean,
termasuk didalamnya tidak ada lagi batasan-batasan dalam tenaga kerja.
2.
Hanya tenaga kerja terampil yang telah memiliki
sertifikat keahlian berdasarkan SKKNI yang
siap bersaing dan diterima di pasar kerja global.
3.
Tingkat pendidikan dan produktivitas
tenaga kerja Indonesia berada pada urutan
4 di Asean setelah Malaysia, Singapuran dan Thailand, ini merupakan
hambatan dan sekaligus peluang, yaitu, Indonesia akan menjadi negara tujuan bagi negara-negara tersebut diatas,
sebaliknya tenaga kerja Indonesia juga
akan lebih bisa bersaing dengan negara-negara yang secara pendidikan dan
produktivitas berada di bawah Indonesia.
4.
ASEAN Economic Community (AEC/MEA) mulai
31 Desember 2015, Indonesia
perlu mempersiapkan strategi dini untuk memenangkan kompetisi pasar barang dan
tenaga kerja melalui berbagai sistem kelembagaan, kebijakan, serta peningkatan
mutu birokrasi. Inefisiensi ekonomi yang terletak pada pemerintah dapat
dikurangi demi menunjang kesejahteraan kelas pekerja. Tidak hanya pemerintah,
seluruh komponen yang tergabung dalam pasar barang dan tenaga kerja haruslah
melakukan konsolidasi untuk menghasilkan kesepakatan strategis pendukung MEA
2015. Walaupun pertentangan kelas serta tuntutan lingkungan pasti ada, diharapkan
pelaku pasar tenaga kerja–khususnya serikat-serikat buruh dapat lebih proaktif,
bersatu, dan melawan manakala buruh menjadi korban atas persaingan kompetisi
pasar.
5.
Pemerintah telah
mengambil beberapa tindakan sebagai upaya memberikan perlindungan terhadap
tenaga kerja Indonesia dalam menghadapi MEA melalui standarisasi dan
sertifikasi.
B.
Saran
1.
Dalam rangka menghadapi diberlakunya MEA, akhir Desember
2015, hendaknya setiap tenaga kerja
Indonesia terus berupaya untuk meningkatkan kemampuan skill dan keterampilan.
2.
Skill dan keterampilan tidak bisa hanya dibuktikan dengan
bermodalkan surat pengalaman kerja yang dikeluarkan oleh perusahaan tempat
bekerja, tetapi harus memiliki
sertifikat keahlian/sertifikat profesi yang dikeluarkan oleh instansi terkait,
apakah itu lembaga pemerintah maupun swasta, yang sertifikat tersebut diakui di
dunia kerja.
3.
Tugas dan tanggung jawab mempersiapkan SDM yang
berkualitas bukan hanya oleh Pemerintah saja, untuk itu sangat dibutuhkan
lembaga-lembaga swasta yang ikut memberikan pelatihan dan pemagangan terhadap
calon tenaga kerja agar bisa bersaing di dunia kerja, terlebih lagi
pemberlakuan MEA yang sudah sangat dekat.
4.
Tumbuhkan lembaga-lembaga sertifikasi di seluruh
Indonesia yang akan memudahkan akses tenaga
kerja untuk memperoleh sertifikat keahlian/profesi.
DAFTAR PUSTAKA
1.
Arief Chaniago Niagara, (2014),
“Menyambut Masyarakat Ekonomi Asean (MEA)
2015”,
2.
Arya Baskoro, (2013), “Peluang, Tantangan, dan Risiko Bagi
Indonesia Dengan Adanya Masyarakat Ekonomi ASEAN”,
http://crmsindonesia.org/node/624.
3. Bagus Prasetyo, “Menilik Kesiapan Dunia Ketenagakerjaan Indonesia Menghadapi MEA”,
http://rechtsvinding.bphn.go.id/jurnal_online/KETENAGAKERJAAN%20INDONESIA%20MENGHADAPI%20MEA.pdf
4. BBC Indonesia,
(2014), “Apa Yang Anda Ketahui Tentang Masyarakat Ekonomi Asean”,
5. Kementerian Ketenagakerjaan, (2015), “Berita Humas Kementerian Ketenagakerjaan,
terkait MEA”
http://naker.go.id/id/news/2015/03/19/ini-3-strategi-kemnaker-sambut-mea-
6. Syabi Keane, (2015), “Masyarakat Ekonomi Asean 2015 (MEA 2015)”
http://www.academia.edu/9060383/masyarakat_ekonomi_ASEAN_2015_MEA_2015_
7. Wahyu Nurinda, (2015), “Indonesia Menuju MEA
2015”
http://www.academia.edu/5417815/INDONESIA_MENUJU_MEA_2015
8. www.bps.go.id, (2014)
No comments:
Post a Comment